Marah Dalam Mendidik Anak? Perlukah?
Marah
itu tidak baik. Bahkan mungkin marah itu adalah dosa. Namun dalam
mendidik anak, banyak yang mengatakan marah itu perlu. Hmmm… Apakah anda
bingung? Saya tidak akan menjawab pertanyaan itu dengan teori-teori
psikologi, karena saya memang tidak ahli dalam hal itu. Saya menjawab pertanyaan ini cukup dengan sebuah kisah di masa kecil saya, saat saya masih nakal-nakalnya. Pada saat saya
masih duduk di bangku SD, setelah pulang sekolah, saya minta ijin
kepada sopir antar jemput saya. Saya meminta ijin untuk tidak pulang
bersama sopir antar jemput saya. Saya berkata kepada sopir antar jemput
saya bila saya tidak pulang bersamanya, karena saya ada acara bersama
teman-teman di sekolah. Karena saya mengatakan hal itu dengan sangat
serius, maka dia pun percaya, dan meninggalkan saya di sekolah.
Setelah
itu, saya bersama teman-teman sekolah saya segera bermain ke rumah
salah seorang teman saya. Di sana saya bermain Video Game. Karena saking
asyiknya bermain, saya tidak sadar kalau jarum jam sudah menunjukkan
pukul lima sore. Maka saya pun segera pulang dari rumah teman saya
tersebut. Saya pulang menggunakan bus kota. Saat itu saya menunggu bus
lama sekali, hingga pukul enam petang. Tidak seperti biasanya saya
menunggu bus yang jalurnya melewati rumah saya dengan segitu lamanya.
Saya
sampai di rumah hampir pukul tujuh malam. Saat saya berada tepat di
depan pintu rumah, hati saya dag dig dug tidak karuan. Saya yakin, kalau
Ayah dan Bunda saya pasti akan marah saat menemui saya pulang dari
sekolah hingga pukul tujuh malam. Benar dugaan saya, tidak lama setelah
saya mengetuk pintu rumah, saya melihat bunda membuka pintu. Ternyata
beliau sudah menunggu tepat di depan pintu.
Setelah
itu, Bunda langsung memarahi saya. Beliau menanyakan pada saya
macam-macam dengan nada yang lumayan keras. Tidak biasanya bunda marah
hingga seperti itu. Saya pun menangis pada saat saya dimarahi. Saya bisa
merasakan kekhawatiran bunda saya saat menunggu saya di rumah hanya
dengan kabar dari sopir bila saya ada acara di rumah teman. Saya tidak
merasakan sakit di dalam hati saya meski bunda memarahi saya. Justru du
lubuk hati saya yang paling dalam, ada perasaan sangat menyesal.
Tidak
lama setelah bunda marah-marah, bunda langsung menyuruh saya untuk
mandi dan makan malam. Walaupun bunda marah, beliau tetap bersedia
memghangatkan sayur dan menyiapkan lauk pauk di meja makan. Selesai
mandi, saya pun langsung makan malam. Saat itu, saya makan malam
sendirian. Saat saya makan, saya tahu bila bunda sedang berada di dalam
kamar. Entah apa yang beliau lakukan di sana. Saya berpikir, pasti bunda
sudah menyiapkan hukuman untuk saya.
Setelah
selesai makan, saya segera mencuci piring yang saya gunakan untuk
makan. Mungkin karena mendengar suara saya yang sedang mencuci piring,
bunda pun keluar dari kamar. Bunda pun segera merapikan meja makan yang
telah saya gunakan agar terlihat rapi kembali, dan membersihkan meja
dengan kain lap.
Setelah
meja terlihat bersih, dan saya pun telah selesai mencuci piring, bunda
mengajak saya untuk duduk bersama di ruang tengah sambil menonton TV.
Pada saat itu, bunda berkata dengan lembut, meminta saya untuk tidak
mengulangi perbuatan itu lagi. Bunda meminta agar saya tidak boleh
bermain di rumah teman hingga larut malam, karena bunda khawatir,
melihat banyak berita di TV bila banyak anak-anak diculik
di TV. Bunda tidak melarang saya bermain setelah pulang sekolah, asalkan
pulang sebelum jam 4 sore. Bunda juga meminta agar saya mengenalkan
teman-teman sekolah saya, dan meminta nomor telepon rumah teman, tempat
saya bermain, sehingga bisa tetap memonitor saya meskipun bermain di
luar rumah dengan jarak yang lumayan jauh.
Saat
itu, saya merasakan bila bunda saya adalah bunda yang terbaik di dunia.
Saya tahu, bila di dalam kemarahannya ada kasih sayang yang besar
kepada saya. Pada saat saya masih kecil, saya memang suka melakukan
kenakalan yang membuat bunda saya marah. Namun setelah bunda marah, saya
selalu merasakan ada kasih sayang yang besar yang membuat saya
menyadari segala kesalahan saya dan membuat saya untuk tidak melakukan
kesalahan dan kenakalan yang sama. Seiring dengan pertumbuhan kedewasaan
saya, saya juga semakin mengerti alasan kenapa saya tidak mau
“neko-neko” dan melakukan kenakalan. Bukan karena takut membuat bunda
marah, namun saya takut melukai hati bunda dan mengecewakan bunda yang
begitu menyayagi saya.
Cobalah
sekarang anda bertanya kepada diri anda sendiri. Bila anda bertanya
kepada buah hati anda,”Kenapa kamu tidak mau mendapatkan nilai jelek di
sekolah?” Sudahkah buah hati anda menjawab,”Karena saya ingin selalu
menyenangkan hati bunda dan tidak ingin mengecewakan bunda.” Ataukah
buah hati anda cukup menjawab,”Karena saya takut bunda marah.” Janfan
resah jangan kawatir, dengan mendidik sebenarnya kita pun telah dididik.
Terus belajarlah untuk mendidik, agar kita pun semakin dididik. (Kak Zepe)
Artikel ini ditulis oleh Kak Zepe, Pencipta Lagu Anak di dalam
aplikasi LAGU ANAK KAK ZEPE. Aplikasi ini bisa didownload GRATIS secara
online dengan media android, Ipad, dan Ipod.Untuk mendownloadnya silakan
search di GOOGLE PLAYSTORE,
atau klik https://play.google.com/store/apps/details?id=com.educastudio.kolakkakzepe1
Atau klik gambar di bawah ini:
Atau klik gambar di bawah ini:
Silakan Mempublikasikan Karya-karya Saya dengan mencantumkan:Karya Kak Zepe, lagu2anak.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar