Home Visiting dan Manfaatnya
di TK Annisa 3
“Home
visiting kami lakukan pada awalnya karena kami ingin "dekat" secara
tulus dengan siswa..mereka gak cuma aset materi bagi TK kami. Namun juga
buah bekal ibadah kami. Karena dengan membantu mengarahakan, memberi
penanaman positif bagi mereka maka sedikitnya kita sudah membantu
generasi muda kita “TumBang” dengan proses alamiah dan sesuai harapan
disegala aspek...moral, kognitif, emosi & sosial” Kata Bunda
berkacamata dan berjilbab yang menekuni dunia pendidikan anak dan
psikologi ini.
Berpikir
mundur itu tidak selalu buruk. Berpikir mundur bukan berarti tidak mau
maju. Berpikir mundur adalah sebuah usaha untuk memperbaiki diri dari k
esalahan-kesalahan
yang pernah dilakukan. Itulah kira-kira pemikiran yang membuat Bunda
Atu Sf Soekanda mulai mengembangkan program Home Visiting di sekolahnya,
sekolah Taman Kanak-kanak Annisa 3. Dengan bidang psikologi yang beliau
tekuni, Bunda Atu memberanikan diri untuk mengembangkan Home Visiting
yang banyak memberikan dampak positif bagi tidak hanya anak didik, namun
juga guru, dan sekolah yang beliau miliki.
Yang
membuat TK Annisa 3 ini berbeda dengan TK Aniisa yang lain adalah
keberadaan Bunda Atu ini. Beliau sangat berkonsentrasi dalam
mengembangkan karakter anak. Selain program Home Visiting, Bunda Atu juga mengadakan program konseling per tema, konseling orgtua siswa, psikologi
kematangan untuk siswa kel B, talkshow perkembangan anak dan
pengetahuan lainnya untuk orgtua, schoolcamp. “Alhamdulilah banyak
feedback positif…..” Begitu kata beliau.
Ok…
Kembali ke program Home Visiting, Bunda Atu bukanlah model kepala
sekolah yang hanya “main perintah”. Beliau lebih suka turun ke lapangan,
sembari mengenal keadaan anak didik, guru, dan sekolahnya. Selain itu,
mengingat kesibukan guru yang tidak hanya konsen bekerja di sekolahnya
saja, mebuat Bunda Atu terpanggil untuk “turun gunung”, sembari berbagi
ilmu dengan para guru dan anak didiknya. Bunda
Atu yang memang suka bercanda ini juga tidak malu, bila sering
merangkap kerja sebagai “sopir pribadi” para gurunya, terutama pada saat
beliau hendak mengunjungi rumah anak didiknya. Biasanya beliau sudah
membuat kesepakatan dengan orang tua anak didik dan guru, bila hendak
mengunjungi rumah anak didiknya. Walaupun beliau terlihat lebih “repot”
daripada para guru yang diajak untuk melakukan Home Visiting, beliau
bilang,”I am enjoying that!!” Mungkin karena memang sudah menyatukan
hobi dengan profesi yang beliau jalani, maka bunda itu tidak merasa
terbebani bahkan menikmati apa yang beliau lakukan ini, meski terlihat
repot.
Kata
beliau, ”Selain kita semakin mengenal pribadi guru-guru diluar jam
sekolah juga menjadikan kita tahu tempat tinggal siswa, sikapnya antara
di sekolah dan di rumah yang kerap berbeda karena perbedaan konsekuensi
aturan dan disiplin serta pola asuh. Ini yg menarik. Sehingga kerap
menimbulkan pertanyaan, "Mengapa anak lebih penurut di sekolah dibanding
di rumah?” “Apa yang menyebabkan anak lebih menurut pada guru daripada
pada orgtuanya?” Bisa tergali deh dari homevisiting ini...”
Setelah
melakukan program Home Visiting ini, biasanya anak didiknya akan merasa
bangga dan “menyombongkan” hal ini pada teman-teman di sekolahnya,
(mungkin juga tidak hanya di sekolah). Tenty saja hal ini bisa menjadi
ajang “promosi gratis” langsung dari “pihak yang terlibat”, yaitu anak
didiknya sendiri. Tidak hanya itu, sebagai kepala sekolah, Bunda Atu
juga semakin mengenal anak didik dan lingkungan tempat mereka tumbuh dan
berkembang, sehingga pihak sekolah pun juga bisa lebih menyesuaikan
dengan kebutuhan tiap siswa dalam penanganannya di sekolah, terutama
pada saat proses belajar dan mengajar. “Dengan homevisite..kami makin
tahu cara mengarahkan anak….kami makin mampu masuk dalam dunia
mereka....Insya ALLAH,,,, “ Kata Bunda Atu.
Selain
itu, Bunda Atu juga berbagi pengalamannya tentang kasus yang pernah
beliau tangani. Beliau pernah mendapat siswa yang “tidak penurut dan
galak”. Setelah melakukan kegiatan Home Visiting, beliau baru mengerti,
ternyata disebabkan oleh ketidakkonsenwensian pola asuh. Maka beliau pun
langsung memberikan “tindakan tegas” yaitu melalui konseling dan
talkshow dengan orangtua. Pihak sekolah langsung membantu agar orgtua
menerapkan pola asuh yg tepat agar anak mampu bersikap santun dan taat
baik dirumah dan di sekolah.” Kasus lain yang pernah beliau tangani
adalah adanya anak yg dicap "nggak bisa" oleh ortunya.
Setelah mengadakan investigasi, analisa, anamnesa, homevisite dan tes
assesment psikologis, ternyata nggak bisa anak karena kurang
distimulasi, salah pemberian perlakuan seperti ada abuse dll. Setelah itu beliau pun menindak lanjuti kasus ini dengan melakukan konseling dengan orang tua. “Alhamdulilah
orgtua sadar, berubah dan berhasil melakukan perubahan perilaku, case
lain banyak...lah...heheh cape nulisnya… “ Kata Bunda Atu dengan
bercanda.
Luar
biasa buka program ini. Program sejuta manfaat memang, bila pihak
sekolah mau serius dalam menekuni program Home Visiting ini. Di akhir
wawancara Bunda Atu memberikan pesan kepada pendidikan di Indonesia,” Saya hanya berharap.... Antara
PAUD dan TK ada dinding yg tipis...Tolonglah saling menghargai porsi
masing-masing...PAUD mendidik anak usia 2,5 tahun s/d 4 tahun...TK
adalah pelanjutnya..usia 4 s/d 6 tahun....Jangan menjadikan hal ini
rancu...Dalam PermenKes 58/2010 disebutkan batasan usia untuk
masing-masing lembaga, tolong hormati itu...
Lalu Bunda Atu juga memberikan sebuah pesan kepada pendidikan di Indonesia,”
Banyak di kota kami, ada PAUD yg memberikan materi TK, banyak pula TK yang berlomba-lomba memberikan materi SD untuk para siswanya..be aware saja buat semua...Tiap anak ada potensinya..ada yangg cepat ada yang lambat..Tolong let it flow berdasarkan proses perkembangannya saja...Agar anak tidak menjadi ROBOT bagi guru dan ortunya..Agar gak banyak klien usia 10 tahun datang ke psikolog dengan keluhan " Sekolah cape..Stress banyak peer...Stress harus jadi juara....Bosen sekolah karena udah banyak tahu segala hal dll".
Tidak
lupa Kak Zepe mengucapkan terima kasih kepada Bunda Atu, atas bagi-bagi
ilmunya. Semoga bermanfaat bagi pendidikan anak usia dini di Negara
kita. Kata-kata terakhir dari saya akan saya kutip dari kata Bunda Atu
yang mengutip kata-kata John Locke mengenai "prinsip tabula rasa", “Anak
itu ibarat kertas putih..akan ditetesi warna apapun maka jadilah ia
seperti warna itu…” Salam cinta lagu anak-anak… . (Ditulis Oleh Kak
Zepe)
Tulisan Terkait:
Artikel ini ditulis oleh Kak Zepe, Pencipta Lagu Anak di dalam
aplikasi LAGU ANAK KAK ZEPE. Aplikasi ini bisa didownload GRATIS secara
online dengan media android, Ipad, dan Ipod.Untuk mendownloadnya silakan
search di GOOGLE PLAYSTORE,
atau klik https://play.google.com/store/apps/details?id=com.educastudio.kolakkakzepe1
Atau klik gambar di bawah ini:
Atau klik gambar di bawah ini:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar